Profil dan Biografi Gus Baha Rembang – Akhir-akhir ini mencuat nama seorang mubaligh dari kalangan NU yang digandrungi oleh kaum milenial. Bukan hanya mubaligh, KH. Ahmad Bahaudin Nursalim Al-Hafidz atau yang lebih akrab dipanggil Gus Baha’ tingkat keilmuannya sudah sampai ke ulama. “Sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Qur’an hingga detail-detail fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an seperti Pak Baha’,” demikian kata Prof. Quraisy Syihab.
Gus Baha’ memang idola banyak orang. Walaupun namanya sudah dikenal khalayak luas, akan tetapi kesederhanaan beliau tidak banyak berubah. Penampilan beliau yang apa adanya dengan kopyah hitam, kemeja putih dan sarung menjadi ciri khas beliau.
Berikut ini merupakan pembahasan selengkapnya mengenai profil dan biografi Gus Baha Rembang.
Profil dan Biografi Gus Baha Rembang
Biografi Gus Baha – Gus Baha’ merupakan putra dari seorang ulama ahli Al-Qur’an, yaitu KH. Nursalim Al-Hafizh dengan Nyai Hj. Yuhanidz Noer Salim dari Desa Narukan, Kecamatan Kragan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. KH. Nursalim adalah murid dari KH. Arwani Al-Hafidz Kudus dan KH. Abdullah Salam Al-Hafidz Pati. Beliau lahir pada tanggal 15 Maret 1970 Masehi atau 7 Muharram 1390 Hijriah.
Jika dirunut dari silsilah keluarga ayah beliau inilah terhitung dari buyut beliau hingga generasi ke-empat kini merupakan ulama’-ulama’ ahli Al-Qur’an yang handal. Silsilah keluarga dari garis ibu beliau merupakan silsilah keluarga besar ulama’ Lasem, yaitu dari Bani Mbah Abdurrahman Basyaiban atau Mbah Sambu yang pesareannya ada di area Masjid Jami’ Lasem, sekitar setengah jam perjalanan dari pusat Kota Rembang.
Baca Juga : 55 Kata-Kata Mutiara Gus Baha Paling Mengena
Pendidikan Gus Baha
Pada waktu kecil, Gus Baha’ mulai menempuh gemblengan keilmuan dan hafalan Al-Qur’an dibawah asuhan ayahnya sendiri. Pada usia yang masih sangat belia, beliau telah mengkhatamkan Al-Qur’an beserta Qiro’ahnya dengan lisensi yang ketat dari ayah beliau. Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid Mbah Arwani menerapkan keketatan dalam tajwid dan makhorijul huruf.
Menginjak di usia remaja, Kiai Nursalim menitipkan Gus Baha’ untuk mondok dan berkhidmah kepada Syaikhina KH. Maimoen Zubair di Pondok Pesantren Al-Anwar Karangmangu, Sarang, Rembang, sekitar 10 km arah timur Narukan. Di Pondok Pesantren Al-Anwar inilah beliau terlihat sangat menonjol dalam ilmu syari’at seperti Fiqih, Hadits dan Tafsir.
Dalam riwayat pendidikan, dari kecil hingga beliau menjadi pengasuh pesantren warisan ayahnya, Gus Baha’ hanya mengenyam pendidikan pesantren dari ayahnya sendiri dan pesantren Al-Anwar asuhan Mbah Moen.
Selain mengasuh pondok pesantren, Gus Baha’ juga mengajar di Lembaga tafsir Al-Quran Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan juga diminta mengasuh Pengajian Tafsir Al-Qur’an di Bojonegoro.
Di UII beliau adalah Ketua Tim Lajnah Mushaf UII. Timnya terdiri dari para Profesor, Doktor dan ahli-ahli Al-Qur’an dari se-antero Indonesia seperti Prof. Dr. Quraisy Syihab, Prof. Zaini Dahlan, Prof. Shohib dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yang lain.
Suatu kali Gus Baha’ ditawari gelar Doctor Honoris Causa dari UII, namun beliau tidak berkenan. Dalam jagat Tafsir Al-Qur’an di Indonesia beliau termasuk pendatang baru dan satu-satunya dari jajaran Dewan Tafsir Nasional yang berlatar belakang pendidikan non formal dan non gelar.
Meski demikian, kealiman dan penguasaan keilmuan beliau sangat diakui oleh para ahli tafsir nasional, hingga pada suatu kesempatan pernah diungkapkan oleh Prof. Quraisy bahwa kedudukan beliau di Dewan Tafsir Nasional selain sebagai mufassir, juga sebagai mufassir faqih karena penguasaan beliau pada ayat-ayat ahkam yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Kecerdasan Gus Baha
Biografi Gus Baha Rembang yang selanjutnya yaitu tentang kecerdasan beliau. Saat menimba ilmu di Pondok Pesantren A-Anwar, keilmuan Gus Baha’ mulai menonjol seperti ilmu hadits, fiqih, dan tafsir.
Dalam ilmu hadis, Gus Baha mampu mengkhatamkan hafalan Sahih Muslim lengkap dengan matan, rowi dan juga sanadnya. Selain Sahih Muslim, beliau juga berhasil mengkhatamkan dan hafal isi kitab Fathul Mu’in dan kitab-kitab gramatika bahasa arab seperti ‘Imrithi dan Alfiah Ibnu Malik.
Bahkan menurut sebuah cerita, saking banyaknya hafalan yang dimiliki oleh Gus Baha, menjadikan beliau sebagai santri pertama Al-Anwar yang memegang rekor hafalan terbanyak. Selain itu, menurut cerita lain juga menyebutkan bahwa, ketika akan mengadakan forum musyawarah atau batsul masa’il di pondok banyak teman-teman Gus Baha yang enggan dan menolak kalau Gus Baha untuk ikut dalam forum tersebut, sebab beliau dianggap tidak berada pada level santri pada umumnya karena kedalaman ilmu, keluasan wawasan dan banyaknya hafalan yang dimiliki oleh beliau.
Maka, atas dasar kedalaman keilmuan yang dimiliki Gus Baha, hal ini yang kemudian membuat Gus Baha diberi kepercayaan untuk menjadi Rois Fathul Mu’in dan Ketua Ma’arif di jajaran kepengurusan Pondok Pesantren al-Anwar.
Selain menonjol dalam keilmuannya, beliau juga merupakan sosok santri yang dekat dengan kiainya. Dalam berbagai kesempatan, beliau sering mendampingi guru beliau yaitu Syaikhina KH. Maimoen Zubair untuk berbagai keperluan. Mulai dari sekedar berbincang santai, hingga urusan serius seperti mencari ta’bir dan menerima tamu-tamu ulama-ulama besar yang berkunjung ke Al-Anwar. Hingga beliau dijuluki sebagai santri kesayangan Syaikhina KH. Maimoen Zubair.
Dalam sebuah cerita, beliau pernah dipanggil untuk mencarikan ta’bir tentang sebuah persoalan oleh Syaikhina. Karena saking cepatnya ta’bir itu ditemukan tanpa membuka dahulu referensi kitab yang dimaksud, hingga Syaikhina pun terharu dan ngendikan “Iyo Ha’… Koe pancen cerdas tenan” (Iya Ha’… Kamu memang benar-benar cerdas).
Gus Baha juga kerap dijadikan contoh teladan oleh Syaikhina saat memberikan mawa’izh di berbagai kesempatan tentang profil santri yang ideal. “Santri tenan iku yo koyo Baha’ iku….” (Santri yang sebenarnya itu ya seperti Baha’ itu….) begitu kurang lebih ngendikan Syaikhina.
Selain mengeyam pendidikan di Pondok Pesantren al-Anwar Rembang, pernah suatu ketika ayahnya menawarkan kepada Gus Baha untuk mondok di Rushoifah atau Yaman. Namun Gus Baha menolaknya dan lebih memilih untuk tetap di Indonesia, berkhidmat kepada almamaternya yaitu Madrasah Ghozaliyah Syafi’iyyah Sarang, PP. al-Anwar dan pesantrennya sendiri LP3IA.
Keluarga Sederhana Gus Baha
Setelah menyelesaikan pendidikan pesantrennya di Sarang, Gus Baha kemudian menikah dengan seorang anak Kiai yang bernama Ning Winda pilihan pamannya dari keluarga Pondok Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur. Terdapat cerita menarik pada pernikahan beliau. Jadi sebelum lamaran berlangsung, Gus Baha terlebih dahulu menemui calon mertuanya dan mengutarakan sesuatu. Beliau mengutarakan bahwa kehidupan beliau bukanlah model kehidupan yang glamor, melainkan kehidupan yang sederhana. Beliau berusaha untuk meyakinkan calon mertuanya untuk berfikir ulang atas rencana pernikahan tersebut. Tentu maksud beliau agar calon mertuanya tidak kecewa di kemudian hari. Namun calon mertuanya saat itu hanya tersenyum dan hanya mengatakan “klop” alias sami mawon kalih kulo (sama saja dengan saya).
Kesederhanaan Gus Baha tersebut terbukti saat beliau berangkat ke Pondok Pesantren Sidogiri untuk melangsungkan upacara akad nikah yang telah ditentukan waktunya. Gus Baha berangkat sendirian ke Pasuruan dengan menaiki bus kelas ekonomi. Kesederhanaan beliau bukanlah sebuah kebetulan, akan tetapi merupakan hasil didikan ayahnya semenjak kecil.
Setelah menikah, Gus Baha mencoba untuk hidup mandiri dengan keluarga barunya. Selanjutnya Gus Baha dan keluarga pindah dan menetap di Yogyakarta. Selama di Yogyakarta, beliau menyewa sebuah rumah untuk ditempati keluarga kecilnya.
Semenjak Gus Baha menetap di Yogyakarta, banyak santri-santri beliau di Karangmangu Sarang yang merasa kehilangan. Hingga pada akhirnya beberapa dari mereka menyusul Gus Baha ke Yogyakarta dan patungan untuk menyewa rumah di dekat rumah beliau. Tiada tujuan lain selain untuk tetap bisa mengaji kepada sang guru tercinta.
Terdapat sekitar 5 atau 7 santri mutakhorijin Al-Anwar maupun MGS yang ikut ke Yogyakarta. Saat di Yogyakarta inilah kemudian banyak masyarakat sekitar rumah Gus Baha’ yang akhirnya ikut serta ngaji kepada beliau.
Saudara Gus Baha
- K.H. Nasirul Mahasin
- K. Abdul Ro’uf (alm)
- Mufadlotul Izzah
- Gus Abdul Khakim
- Gus Zaimul Umam
- Gus Fuad
Kitab Karya Gus Baha
حفظنا لهذا المصحف لبهاء الدين بن نور سالم adalah kitab yang ditulis sendiri oleh Gus Baha. Kitab ini menjelaskan tentang rasm usmani yang dilengkapi dengan contoh dan penjelasan yang disandarkan pada kitab al-Muqni’ karya Abu ‘Amr Usman bin Sa’id ad-Dani (w. 444 H.). Kitab ini berguna bagi siapapun untuk mengetahui bagaimana memahami karakteristik penulisan al-Qur’an di dalam mushaf rasm usmani. Tafsir al-Qur an versi UII dan al-Qur’an terjemahan versi UII Gus Baha’ (2020). Salah satu ciri khas tafsir dan terjemahan UII yang ditulis oleh Gus Baha’ dan Timnya adalah tafsir ini dikontekstualisasikan untuk membaca Indonesia dan dengan rasa Indonesia. Dan tafsir dan terjemahan UII ini sama sekali tidak merubah dari ke aslian al-Qur’an itu sendiri.
Karomah Gus Baha
Profil dan Biografi Gus Baha yang selanjutnya adalah karomah Gus Baha. Berikut ini adalah beberapa karomah Gus Baha yang diungkapkan oleh beberapa pihak.
Ditegur Sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud
Mungkin hanya Gus Baha’ lah pakar tafsir yang tak menyandang gelar akademik karena beliau tercatat hanya menyantri di Pesantren Al-Anwar, Karangmangu, Sarang, Rembang asuhan KH. Maimoen Zubair, selain kepada mengaji kepada ayahandanya KH. Nur Salim al-Hafidz, murid KH. Arwani Amin Kudus dan KH. Abdullah Salam, Kajen, Pati.
Namun entah mengapa saat penyusunan Mushaf tersebut Gus Baha’ lupa mencantumkan nama sahabat Abdullah bin Mas’ud dalam daftar nama sahabat yang meriwayatkan qiro’at. Dalam mushaf tersebut memang dijelaskan secara ringkas tentang sejarah penurunan, periwayatan, pembukuan dan Ulumul Qur’an lainnya.
Dalam Buku Guru Orang-Orang Pesantren Terbitan Pondok Pesantren Sidogiri disebutkan, bahwa Sahabat Ibnu Mas’ud ini tergolong salah satu sahabat yang pertama kali masuk islam (as-Sabiqunal Awwalun) bersama Abu Bakar bin Abi Quhafah, Khodijah binti Khuwailid, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain. Beliau dikenal dengan julukan Sahibu Sawadi Rasulillah (yang mengetahui rahasia Rasulullah) karena kedekatannya dengan Rasulullah SAW.
Rasululah SAW sendiri juga pernah bersabda tentang sahabat yang berpostur tubuhnya pendek dan kurus dengan warna kulit sawo matang ini “Barangsiapa ingin membaca Al-Qur’an seperti ketika diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi ‘Abd (Ibnu Mas’ud). Rasulullah SAW kembali bersabda ”Belajarlah baca Al-Qur’an dari empat orang: Ibnu Mas’ud, Muaz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab dan Salim Maula Abi Huzaifah”.
Sampai pada malam harinya, Gus Baha pun bermimpi bertemu dengan Abdullah bin Mas’ud. Dalam mimpi tersebut Ibnu Mas’ud menegur Gus Baha’ yang tak menuliskan namanya dalam daftar sahabat yang meriwayatkan Al-Qur’an. Maka saat bangun, Gus Baha pun segera menuliskan sahabat yang masyhur sebagai ahli Qur’an ini dalam Mushaf kampus Islam legendaris yang pertama diterbitkan pada tahun 1997 ini.
Karomah Gus Baha Saat Memegang Kitab Syaikhona Kholil
Terdapat kejadian yang di luar logika saat Gus Baha ke Bangkalan. Syaikhona Kholil Bangkalan memiliki Al-Qur’an yang dimaknai langsung oleh beliau sendiri, tapi yang menulis adalah KH. Abdul Karim (bukan KH. Abdul Karim Pendiri Ponpes Lirboyo), baik makna dari lafadz atau catatan kaki di kitab tersebut. Kitab tersebut diberikan kepada santrinya dan sekarang ada di keluarga Ustadz Muslim.
Pada suatu malam hari, Gus Baha diberikan kitab tersebut oleh Gus Ismail al-Kholili dan tim Turots. Sesudah Gus Baha memegang kitab tersebut tanpa membuka, beliau langsung berkata “Ini ada yang salah”.
Sontak semua yang mendengar kaget, Kyai Hasyim Zubair, dalam hati berkata “Ini yang menulis Syaikhona Kholil, kok berani-beraninya disalahkan oleh Gus Baha, apalagi kitabnya belum dibuka.”
Entah keistimewaan yang diberikan kepada Gus Baha itu dinamakan kasyaf, ilham atau karomah.Akan tetapi, yang jelas hal itu adalah Taufiq dan Inayah khusus yang dianugrahkan Allah kepada para ulama Ahlil Quran seperti beliau.
Karomah Gus Baha Ketika Membaca Al-Quran Tulisan Utsmani
Gus Baha juga pernah bercerita bahwa beliau pernah mendapat Al-Quran tulisan Utsmani asli. Tulisannya kotak-kotak tanpa harokat dan titik, ketika sudah hampir menyerah bagaimana cara membacanya, Gus Baha’ berdoa :
“Ya Allah.. Alat yang saya miliki sudah tidak cukup untuk membaca Mushaf ini. Jadi, sekarang saya memakai hak saya sebagai ahlul Quran. Dengan hak saya sebagai Ahlul Quran tolong ajari saya gimana cara membacanya”.
Setelah beliau berdoa seperti itu tiba-tiba beliau bisa membaca Al-Quran tulisan Utsmani itu.
Mungkin bagi yang baru pertama kali mendengar Gus Baha’ berkata seperti itu, akan mengira bahwa beliau adalah sosok yang “angkuh” dan sombong. gaya yang dipakai Gus Baha’ adalah salah satu bentuk “Idzharul Ilmi” : Tatkala seorang Alim menampakkan dan menonjolkan kealimannya.
Sekian profil dan biografi Gus Baha Rembang dari Sekolah Akhirat. Semoga dari profil dan biografi Gus Baha Rembang yang dibagikan ini kita dapat meneladai keilmuan dan akhlak beliau.
Refrensi : Disadur dari berbagai sumber
Ijin simpan gambarnya Gus..
Monggo
[…] Baca Juga : Profil dan Biografi Gus Baha […]
Ijinn.save diblogger boleh…
Monggo
Ijin share , save blogger.
Ijin sama Fotonya Gus Baha
[…] Profil dan Biografi Gus Baha Rembang […]
Maaf min, tanggal lahir Gus Baha yang benar itu yang mana ya soalnya dalam situs lain itu bulan September ada juga maret