Biografi Imam Abu Hanfah – Imam Abu Hanifah, pendiri mazhab Hanafi, memiliki nama lengkap Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit bin Zufi At-Tamimi. Ia masih mempunyai pertalian darah keluarga dengan Imam Ali Bin Abi Thalib RA. Imam Ali bahkan pernah berdo’a untuk Tsabit, yakni agar Allah memberkahi keturunannya. Tidak heran jika kemudian dari keturunan Tsabit, muncul ulama besar seperti Abu Hanifah (Mugniyah, 2010: xxiii).
Biografi Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit Al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak. Ia merupakan salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama, dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki mazhab. Di kalangan umat Islam, ia lebih dikenal dengan nama Imam Hanafi. Ia adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah berasal dari keturunan bangsa Persi. Ia dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari Kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan ia dari Anbar, yang lain mengatakan dari Turmudz, dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.
Masa Kecil Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah dilahirkan di Kufah pada tahun 80 H/699 M, pada masa pemerintahan Al-Qalid bin Abdul Malik. Sejak kecil hingga menginjak usia dewasa ia menghabiskan hidupnya di Kufah. Di kota itu pula ia mulai belajar dan menghafal Al-Qur’an. Ia dengan tekun senantiasa mengulang-ulang bacaannya sehingga ayat-ayat suci tersebut tetap terjaga dengan baik dalam ingatannya, sekaligus menjadikannya lebih mendalami makna yang dikandung ayat-ayat tersebut. Guna mendalami pengetahuannya terkait Al-Qur’an, ia sempat berguru kepada Imam Asin, seorang ulama terkenal pada masa itu.
Ismail bin Hamad bin Abu Hanifah, cucunya, menuturkan bahwa dahulu Tsabit ayah Abu Hanifah pergi mengunjungi Ali Bin Abi Thalib, lantas Ali mendoakan keberkahan kepadanya dan keluarganya, sedangkan dia pada waktu itu masih kecil, dan kami berharap Allah SWT mengabulkan do’a Ali tersebut untuk kami. Kebiasaan Abu Hanifah At-Tamimi adalah ia senantiasa ikut rombongan pedagang minyak dan kain sutera, bahkan dia punya toko untuk berdagang kain yang berada di rumah Amr bin Harits.
Abu Hanifah memiliki ciri fisik badan tinggi sedang, postur tubuh yang bagus, dan tampan. Ketika berbicara ia selalu menggunakan suara yang indah, jelas, serta enak didengar. Dalam berpenampilan pun ia selalu berpakaian bagus, rapi, dan memakai minyak wangi. Ia juga dikenal sebagai pribadi yang penyayang, memiliki etika luhur di dalam bermajelis dan ketika berinteraksi dengan sahabat dan masyarakatnya. Abu Hanifah sempat bertemu dengan Anas bin Malik tatkala datang ke Kufah dan belajar kepadanya.
Selain kepada Imam Malik, ia juga belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama lain, seperti Atha’ bin Abi Rabbah yang merupakan syaikh besarnya, Asy-Sya’bi, Adi bin Tsabit, Abdurrahman bin Hurmuj Al-A’raj, Amru bin Dinar, Thalhah bin Nafi’, Nafi’ Maula Ibnu Umar, Qotadah bin Di’amah, Qois bin Muslim, Abdullah bin Dinar, Hamad bin Abi Sulaiman guru fikihnya, Abu Ja’far Al-Baqir, dan Ibnu Syihab Az-Zuhri, Muhammad bin Munkandar. Dan ada yang meriwayatkan bahwa Abu Hanifah pernah bertemu dengan tujuh orang sahabat.
Abu Hanifah pernah bercerita, “tatkala pergi ke Kota Bashrah, saya optimis kalau ada orang yang akan bertanya kepada tentang sesuatu apa pun maka saya akan menjawabnya. Namun, ketika di antara mereka ada yang bertanya kepada saya tentang suatu masalah lantas saya tidak mempunyai jawabannya maka saya memutuskan untuk tidak berpisah dengan Hamad sampai dia meninggal maka saya bersamanya selama 10 tahun.”
Baca Juga : Biografi Kiai Saleh Darat
Imam Abu Hanifah Dihukum Cambuk
Pada masa pemerintahan Marwan, salah seorang raja dari Bani Umayyah di Kufah, ia didatangi Hubairah salah satu anak buah raja
Marwan yang meminta Abu Hanifah agar menjadi qadli (hakim) di Kufah. Akan tetapi, ia menolak permintaan tersebut maka ia dihukum cambuk sebanyak 110 kali (setiap hari dicambuk 10 kali), tatkala dia mengetahui keteguhan Abu Hanifah kemudian dia melepaskannya. Adapun orang-orang yang belajar kepada Abu Hanifah dan meriwayatkan darinya di antaranya adalah (sebagaimana yang disebutkan oleh Syaikh Abul Hajaj di dalam Tahdzibnya) di antaranya Ibrahin bin Thahman seorang alim dari Khurasan, Abyadh bin Al-Aghar bin Ash-Shabah, Ishaq al-Azraq, Asar bin Amru Al-Bajali, Ismail bin Yahya Al-Sirafi, Al-Harits bin Nahban, Al-Hasan bin Ziyad, Hafsh binn Abdurrahman Al-Qadli, Hamad bin Abu Hanifah, Hamzah temannya penjual minyak wangi, Dawud Ath-Thai, Sulaiman bin Amr An-Nakhai, Su’aib bin Ishaq, Abdullah ibnul Mubarak, Abdul Aziz bin Khalid At-Turmudzi, Abdul karim bin Muhammad Al-Jurjani, Abdullah bin Zubair Al-Quraisy, Ali bin Zhibyan Al-Qadli, Ali bin Ashim, Isa bin Yunus, Abu Nu’aim, Al-Fadhl bin Musa, Muhammad bin Bisyr, Muhammad bin Hasan Assaibani, Muhammad bin Abdullah Al-Anshari, Muhammad bin Qashim Al-Asadi, Nu’man bin Abdus Salam Al-Asbahani, Waki’ bin Al-Jarah, Yahya bin Ayub Al-Mishri, Yazid bin Harun, Abu Syihab Al-Hanath Assamaqandi, Al-Qadhi Abu Yusuf, dan lain-lain.
Guru Imam Abu Hanifah
Selain memperdalam Al-Qur’an, ia juga aktif mempelajari ilmu fikih. Di antara guru-gurunya dari kalangan sahabat adalah Anas bin Malik, Abdullah bin Aufa, dan Abu Tufail Amir. Kepada mereka, ia banyak belajar ilmu fikih dan hadis. Keluarga Abu Hanifah sebenarnya keluarga pedagang. Ia sendiri sempat terlibat dalam usaha perdagangan, namun hal itu tidak lama sebelum kemudian ia memusatkan perhatian pada soal-soal keilmuan.
Ia juga dikenal sangat tekun dalam mempelajari ilmu, misalnya ia pernah belajar fikih kepada ulama yang paling terpandang pada masa itu, yakni Humad bin Abi Sulaiman, selama tidak kurang 18 tahun. Setelah sang guru wafat, Imam Abu Hanifah mulai mengajar di banyak majelis ilmu di Kufah.
Sepuluh tahun sepeninggal gurunya, yakni pada tahun 130 H, Imam Abu Hanifah pergi meninggalkan Kufah menuju Makkah. Ia tinggal beberapa tahun di sana, dan di tempat itu pula ia bertemu dengan salah seorang murid Abdullah bin Abbas RA.
Wafatnya Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah wafat pada bulan Rajab 150 H/ 767 M, pada usia 70 tahun dan dimakamkan di pemakaman Khizra. Semasa hidupnya, ia dikenal sebagai orang yang sangat alim, zuhud, tawadlu’, dan sangat teguh memegang agama. Ia tidak tertarik pada jabatan-jabatan resmi kenegaraan sehingga ia pernah menolak jabatan sebagai qadli yang ditawarkan oleh Abu Ja’far Al-Manshur yaitu raja yang ke-2 Abbasiyah. Atas penolakannya tersebut, Abu Hanifah kemudian ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara dan wafat dalam penjara.
Sepeninggal Abu Hanifah, ajaran dan ilmunya tetap tersebar melalui murid-muridnya yang cukup banyak. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah Abu Yusuf, Abdullah bin Mubarak, dan Waki’ bin Jarh ibn Hasan Al-Syaibani. Semasa hidup, Abu Hanifah telah menulis banyak kitab, yaitu Al-Mausuah (kitab hadis, dikumpulkan oleh muridnya), Al-Makharij (buku dinisbatkan kepada Imam Abu Hanifah, diriwayatkan oleh Abu Yusuf), dan fiqh Akbar (kitab fikih yang lengkap).
Itulah biografi dari Imam Abu Hanifah. Semoga artikel yang kami bagikan dapat bermanfaat.